Kita Bisa Apa ?

Inilah yang terjadi hari ini di tempat kerjaku. Tempat dimana saya dan teman2 mengabdi pada lembaga pendidikan bernama SMP Negeri 1 Tumpang sebagai tenaga pendidik dan tenaga kependidikan. Setiap penyelenggaraan seleksi penerimaan calon abdi negara yang diikuti oleh seluruh warga negara Indonesia pasti ada yang menyikapinya dengan berbagai fenomema. Terhitung ada sepuluh teman2 saya mengikuti seleksi CPNS, dengan syarat yang tentu mereka sudah melalui berbagai tahapan. 

Pada tanggal 12 Februari 2014 pengumuman penerimaan tes ujian CPNS, setelah tiga bulan sebelumnya digelar ujian. Begitu lamanya penerimaan CPNS ini diumumkan sampai2 memperkuat hati saya tentang fenomena kecurangan “bergentayangan” diatas sana. Misalnya, si A, lulus karena dia anaknya Pak Anu (wong gede) dan si D, tidak lulus karena anaknya Pak Iku (wong biasa, cilik). Meskipun kenyataanya si A hanya mempunyai masa pengabdian dalam hitungan tahun jauh dibandingkan si D yang memiliki pengabdian berpuluh2 tahun. Atau secara keilmuan dan kompetensi si A jauh dibawah si D pada bidang yang sama. Si A, lulus karena “berbeda modal” dengan si D. Semacam intersubjektif atau dalam istilah masyarakat umum menyebutnya ada “jatah”, “titipan”, “tradisi”, “budaya”, “yo mesti”, “bukan rahasia umum”, atau apalah namanya.

Sudahlah, saya tidak akan pernah bisa mendramatisir suasana hati mereka yang mendapatkan rezekinya dengan jalan intersubjektif tadi, karena disisi lain masih banyak teman2 saya, yang nasibnya masih tergantung pada pemangku kebijakan negeri ini.

Entahlah, dalam beberapa tahun ini fenomena abdi negara sudah menjadi primadona bagi sebagian masyarakat. Menjadi PNS tentu dengan pertimbangan karena terjaminnya seperti gaji, rumah murah, pensiun, jaminan kesehatan, remunerasi atau yang laennya. Namun begitu miris, manakala kita mendengar berita jika ada oknum PNS yang mengakali birokrasi instansi negara untuk meraup keuntungan tambahan diluar gaji bulanannya. Atau berita miring lainnya.

Bahagia dan Sedih …

Dua pemandangan ini tidak bisa terpisahkan dari pandangan mata saya, Bahagia dan Sedih. Kepuasan bathin dari teman2 saya bercampur aduk, saat seleksi tes CPNS untuk Kabupaten Malang diumumkan. Bahagia ? Pasti, manakala ada tiga teman kami yang namanya tercantum dan dinyatakan diterima (Lulus) tes CPNS. Sedih ? Pasti, ketika nama2 teman saya tidak tercantum dan dinyatakan belum diterima (Lulus) tes CPNS.

Lalu, kita bisa apa ? 

  1. Bersyukur dengan cara bertanggungjawab penuh, jujur, serta melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya adalah kewajiban bagi mereka yang diterima menjadi abdi negara.
  2. Menerima dengan ‘legowo’ untuk yang belum diterima. Namun yang menjadi pertanyaan apakah mereka yang belum diterima bisa ‘legowo’ dengan hal ini ?. Besar kemungkinan ada tiga jawaban dari mereka, Pertama “Iya”, Kedua “Tidak” dan Ketiga “Tidak Bisa Menjawab !” dan inipun juga menjadi uneg2 bathin saya ketika suatu saat saya dihadapkan pada situasi seperti ini.

Saya hanya berusaha membesarkan hati teman2 saya lewat tulisan sederhana ini. Ambil sebuah contoh di dalam sebuah kompetisi pasti ada yang menang dan ada yang kalah sama halnya dengan penerimaan CPNS, ada yang diterima dan yang tidak diterima. 

Inilah sedikit cerita sewaktu saya duduk dibangku SMP tentang ungkapan legowo, sekaligus nasehat untuk pribadi saya yang sedang menamatkan pelajaran berharga pada hari ini bersama kalian teman2 seperjuangan di tempat kerja.

Saat hasil tes ulangan harian saya dibagikan, kami dalam satu kelas selalu legowo melihat hasilnya. Sebesar apapun nilai ulangan kami, setinggi apapun guru kami memuji atau sebaliknya kami berusaha tetap legowo. Yang memperoleh nilai angka tertinggi pasti puas dan yang memperoleh nilai terendah menerimanya dengan ikhlas. Kenapa bisa (legowo) seperti itu  ? Ini jawabannya, karena guru2 kami selalu membahas soal ulangan harian bersama2 dan selalu mengembalikan lembar jawaban untuk mengetahui dimana letak kesalahannya kepada kami.

kita bisa apa

Lantas, apa hubungannya dengan penerimaan tes CPNS dengan ulangan harian waktu saya sekolah dulu ? Seandainya saja proses penerimaan CPNS dilakukan seperti ulangan harian pada saat saya sekolah, tentu tidak akan muncul gunjingan bahkan kesaksian kecurangan yang bersifat kolektif atau intersubjektif setelah hasil tes diumumkan. Panitia penerimaan seleksi abdi negara ini mengembalikan lembar jawaban ujian untuk mengetahui dimana letak kesalahan para pesertanya, seperti yang dilakukan oleh guru2 kami sewaktu sekolah, tapi apakah mungkin ?

Untuk teman2, saya sangat memahami seperti apa perasaan yang ada saat sebuah keputusan belum berpihak kepada kita. Bukankah kita tidak tahu sampai berapa lama kita dapat menikmati hidup yang cuma sekali ini. Kembalikan semua kepada-Nya, karena hanya Tuhanlah yang mampu menentukan batas hidup kita, biarkan sekenario indah ini berjalan atas kehendak-Nya. Pengabdian teman2 untuk mencerdaskan anak bangsa serta do’a2 panjenengan pasti dikabulkan sejalan dengan sekenario indah Allah.

Semoga sukses dan keberkahan selalu dilimpahkan pada yang benar dan jujur serta ikhlas dalam menjalani kehidupan ini.  Rencana Tuhan selalu indah …

43 thoughts on “Kita Bisa Apa ?

  1. Pekerjaan PNS menjanjikan?! itu dulu. Sekarang bukan jamannya lagi seperti itu. Mendaftar jadi PNS apakah kalian sudah siap mengabdi kepada negara? dalam artian yang sebenar-benarnya mengabdi, karena tidak ada kemungkinan untuk kaya raya dengan jadi PNS. Era keterbukaan seperti ini sangat memungkinkan untuk mengetahui segala pekerjaan masing-masing orang, job desc, bahkan gajinya. Maka ketika ada PNS kaya raya tanpa memiliki usaha lain, pasti ada apa-apanya. Tidak tenang …

    • Ketika saya menyikapi fenomena calon abdi negara ini, sisi lain hati saya terenyuh sesekali menyakitkan ketika adu profesionalisme dilawan dengan intersubjektif dari para orang2 pemangku kebijakan negeri ini.
      Saya pribadi masih fokus lebih ingin memajukan usaha saat ini.
      Salam satu jiwa, dan salam hormat buat le’ man.

    • Rejeki memang bisa mengalir darimana saja mas entah itu dari PNS atau yang lainnya, saya sendiri juga tidak terlalu larut dalam suasana saat ini. Berpikiran positif dan tetap berusaha dalam pekerjaan saya yang lain.
      salam dari Malang mas.

  2. Usaha keras telah dilakukan dan doa sudah dipanjatkan, hasilnya ya tawakal.
    Nggak usah bilang:”Padahal saya kan lebih pinter dari dia”, nanti malah ada yang nylethuk:”Itu kan katamu”
    Juga nggak usah cari kambing karena kambing hitam cepat atau lambat akan ada yang ngurusi.

    • Siap .. terima kasih Pak Dhe.
      Saya selalu berpikiran positif dan selalu berusaha untuk mengambil hikmah dari setiap peristiwa yang saya alami.
      Memang saat kami dihadapkan pada situasi seperti ini, kami harus bisa menerimanya atau paling tidak ada keluarga atau teman yang menghibur.
      Semoga saya bisa silaturahmi ke surabaya Dhe.

  3. Segala seuatunya ada ketetapan yang mengatur ko. Bukankah menjadi seorang blogger bukan sebuah profesi yang dapat mengahsilkan dan bermanfaat bagi orang banyak ? Banyak yang di terima jadi pegawai. Namun,,,,,,,, masih kalah banyak orang dengan orang yang mampu membuat dan mengoperasikan sebuah website blog dengan membangun sebuah jaringan yang baik Sob. Dan itu sudah kamu lakukan, dan kamu lebih hebat dari pada mereka. Jadi, bukan kamu tidak bisa, tapi……. kamu lebih bisa dari pada mereka yang tidak bisa kamu lakukan. Ini bukan teori. Namun, ini fakta seperti apa yang akamu baca dan kamu selalu operasikan sekarang ini.

    Salam,

    • Terima kasih banyak mas Indra, betul kata mas Indra.
      Bagaimana pun juga setelah seluruh totalitas yang kita punya tercurahkan untuk mengejar impian itu gagal, maka saya harus mengembalikannya kepada pemilik ketetapan hidup ini, Allah SWT.

  4. Semoga sukses dan keberkahan selalu dilimpahkan pada yang benar dan jujur serta ikhlas dalam menjalani kehidupan ini. Rencana Tuhan selalu indah … Aamiin. Sekarang jadi guru prosesnya agak ribet ya Pak -,-

    • Ini karena fenomena menjadi guru apalagi berstatus PNS sudah menjadi primadona dalam masyarakat.
      Tapi menjadi diri kita sendiri bukan berarti tidak disebut sebagai primadona, menjadi menulispun kita adalah primadona dimata pembaca.

    • Makasih mbak mechta,
      Jika ada beberapa calon abdi negara ini lolos melalui jalan pintas kami hanya bisa prihatin, padahal jatah itu adalah jelas untuk mereka yg benar2 masuk database di pusat disertai pengabdian yang cukup lama.
      Waduuh, bahagianya mereka menari2 diatas penderitaan orang laen.

  5. biarlah Allah Azza wa jalla yang mengadili di akhirat nanti kita sebagai manusia di ciptakan untuk beribadah dan berusaha dengan bekerja sebagai rezeki Allah yang di anugrahkan kepada kita

    NOTES FROM MUKHOFAS INSPIRATION

    • Terima kasih mas,
      hanya miris saja mas, kenapa calon abdi negara ada saja yg melewati jalan pintas, itu kalo sudah jadi orang gede pasti minta jatah dengan cara2 yg kurang lazim biar balik modal.
      salam dari Malang mas.

  6. Dulu saya sangat bersemangat pingin menjadi PNS, namun ketika itu masih suburnya sistem sogok membuat saya miris dan tidak bersemangat lagi melakukan hal yang sama ketika ditawari jalan pintas. Kemampuan dan pengalaman yang kita miliki serasa nggak ada apa-apanya dibandingkan dengan tawaran kemudahan. Dan siapa yang bisa meraup kesempatan dengan cara itu maka dialah yang terpilih. Hanya saja mereka tidak menyadari bahwa mereka telah menjual kenikmatan dengan harga yang sedikit.
    Itulah kenapa saya menjadi baku di pasar, dodolan beras, terasi, lan lengo klentik

    • Saya sendiri juga tidak terlalu berharap kang kalo sistem perekrutannya seperti itu, saya lebih ingin memajukan usaha kecil saya.
      Kalo yg terjadi ditempat kerjaku tolak ukurnya bukan lagi pengabdian dan malah dikalahkan kecurangan. padahal database sudah kami kantongi sampai dipusat sana..
      Do’akan saya ya mas, semoga bisa silaturahmi dengan kluarga disana.

  7. Sekarang udah agak lumayan sih, hasil tes TKD diumumkan nilainya. Jadi lebih transparan dari sisi pusat. Cuman selebihnya seleksi instansi, itu yang masih bisa dimanipulasi. Yah begitulah Indonesia…

    Btw salam kenal mas…blogger Ngalam juga ya 🙂

    • iya mas, ini yg terjadi sat ini, contohnya SK kanwil yg sudah dikantongi tenaga honorer puluhan tahun tidak disambungkan dgn satuan kerja masing2, ujung2nya setelah dilakukan validasi data tenaga hononer muncul nama2 tenaga hononer baru yg sebelumnya tidak masuk database punya peluang jadi abdi negara mengalahkan yang sudah puluhan tahun mengabdi.
      Aku asli Malang mas.

  8. Itulah Mas. Memprihatinkan menyaksikan kecurangan di negeri ini. Kalau lolos karena profesional dan kompetensi, siip. Itu jalan yang pantas. Tapi kalo jalan belakang alias jalan pintas, oh nehi. menjijikkan. Tapi semua ada dampaknya kok Mas. Yang jujur pasti makmur, yang curang pasti tercoreng suatu saat nanti. Sing penting mengabdi dan berkarya sesuai kemampuan kita. Urusan Allah kita mau dikayakan dg rezeki dari mana. salam Sabtu merindu. 😉

    • Saya kira masalahnya ada pada penjaringan seleksi di masing2 instansi tmpt kerja, dan disini banyak data yang masih bisa dimanipulasi.
      Maturnuwun mas rudi, aku ga’ iso cerito mas, nek ketemu smpyn kapan2 tak curhat yo (karo nangis) hehe lanang koq nangisan .. usapi gombal ae.

  9. Panitia penerimaan seleksi abdi negara ini mengembalikan lembar jawaban ujian untuk mengetahui dimana letak kesalahan para pesertanya, seperti yang dilakukan oleh guru2 kami sewaktu sekolah, tapi apakah mungkin ?

    Seharusnya bisa ya Din …
    Seharusnya bisa …
    Untuk bahan belajar … untuk bahan umpan balik dari mereka …
    dan jelas … fair … ! dapet 70 ya dapet 70 … dan itu lebih tinggi dari 60 dst dst …

    Saya hanya bisa berharap … dimasa yang akan datang proses ini dapat lebih fair dan terbuka lagi … berlomba dalam kebaikan …

    Salam saya Din

    (5/3 : 9)

    • Terima kasih om NhHer,
      Andai saja point2 diatas dilakukan maka fenomena kecurangan tidak akan bergentayangan khususnya bagi tenaga honorer yang jelas2 sudah masuk database/ menunggu antrian.
      Ini bw om yang ke sembilan..salam balik dari malang.

Tinggalkan Balasan ke misbachudin Batalkan balasan